Karakteristik Payload Satelit Komunikasi untuk Aplikasi Broadband Multimedia

Abstrak
Pesaatnya kebutuhan akan pelayanan akses informasi melalui jaringan internet pada saat ini memerlukan infrastruktur untuk menunjang kebutuhan tersebut. Satelit sudah banyak dimanfaatkan secara komersial mulai awal dekade tahun 70. Infrastruktur satelit merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk pelayanan multimedia dengan kecepatan yang tinggi. Untuk menujang hal tersebut diperlukan peralatan satelit komunikasi yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan itu.
Karakteristik dan kinerja payload komunikasi merupakan parameter yang sangat penting. Saat ini karakteristik satelit yang ada belum optimum untuk mendukung sistem interaktif multimedia broadband. Untuk itu perlu analisa dan sintesa agar payload yang didisain sesuai dengan standarisasi DVB IP VSAT yang saat menjadi standart internet IP lewat satelit. Pada makalah ini akan dibahas karakteristik yang penting pada sistem payload komunikasi meliputi effisiensi penggunaan daya yang berhubungan dengan linearitas repeater dan penentuan daerah kerja dari penguat daya
Analisa link satelit dilakukan untuk menentukan karakteristik satelit yang dibutuhkan yang meliputi parameter NPR, EIRP,dan G/T serta terminal VSAT . Dari analisa ini direncanakan requirement payload untuk kebutuhan broadband multimedia.
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan akan akses internet saat ini sangat besar terutama untuk yang berkecepatan tinggi dan untuk aplikasi multimedia.
Saat ini akses multimedia dapat melalui jaringan kabel teresterial, wireless atau lewat satelit. Masing masing jaringan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Teknologi setelit merupakan pilihan yang terbaik terutama untuk daerah dengan geografis yang luas.
Multimedia adalah sistem informasi digital berkecepatan tinggi dengan sejumlah pelayanan yang dapat berjalan secara berkesinambungan bersama sama, meliputi Internet, Video dan Audio on Demands, Voice over IP, Videoconference yang dilakukan secara interaktif. Multimedia dengan banyak pelayanan secara berkesinambungan merupakan kunci dari konsep broadband multimedia.
1.2. Satelit sebagai Jaringan Multimedia
Jaringan multimedia interaktif menggunakan satelit mempunyai beberapa kelebihan yaitu:
  • Jangkauan cakupannya yang luas baik nasional, regional maupun global.
  • Pembangunan infrastrukturnya relatif cepat untuk daerah yang luas, dibanding teresterial.
  • Sangat baik untuk daerah yang kepadatan penduduknya jarang dan belum mempunyai infrastuktur telekomunikasi.
  • Komunikasi dapat dilakukan baik titik ke titik maupun dari satu titik ke banyak titik secara broadcasting, multicasting.
  • Sinyal penerus dan sinyal untuk interaksi dapat dilakukan secara tidak simetri.
  • Mampu mentransmisikan data dengan kecepatan yang tinggi.
Ada beberapa kendala dari pada jaringan lewat satelit dengan alternatif pemecahannya:
  • Biayanya dianggap sama untuk jarak yang jauh maupun dekat.
  • Waktu transmisi yang relatif besar dibanding teresterial
1.3. Multimedia Broadcast Interaktif
Untuk memenuhi kebutuhan itu ETSI (European Telecommunications Standard Institute) telah menerbitkan suatu standar untuk aplikasi Broadband Multimedia melalui satelit yaitu DVB-S (Digital Video Broadcasting Satellite) untuk kanal penerus (forward channel) dan untuk kanal permintaan (Return Channel ) melalui satelit yaitu DVB-RCS (Digital Video Broadcasting-Return Channel Satellite).
2 Sistem DVB Untuk Jaringan Multimedia
Selama sepuluh tahun terakhir ini satelit sudah banyak digunakan sebagai dasar untuk jaringan komunikasi data untuk bank, pusat penjualan, PSTN dan lain lain dengan menggunakan sistem VSAT (Very Small Aparture Terminal). Dan pada perkembangan terakhir adalah digunakannya satelit dengan daya yang tinggi untuk mendistribusikan vidio digital untuk sampai ke pelanggan dengan menggunakan metoda DVB-S. Dengan peralatan antena yang kecil dan peralatan penerima yang simple, pelanggan dapat menikmati siaran program langsung dari satelit dengan jumlah program yang banyak.
2.1. Sistem VSAT
Secara ekonomis sistem VSAT tradisional yang ada saat ini tidak dapat langsung diterima di rumah dikarenakan faktor harga terminal yang tinggi. Untuk VSAT dengan kecepatan 2 MBps masih dibutuhkan peralatan antena dan penguat daya yang besar juga peralatan baseband yang besar dan mahal. Dengan adanya sistem DVB-S ini, pelanggan dapat mendapatkan informasi dengan kecepatan tinggi secara broadcasting melalui saluran bersama dengan terminal yang kecil dan murah. Sedangkan untuk melakukan permintaan (request) dilakukan dengan saluran sendiri dangan kecepatan yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan pelanggan, sehingga sifat multimedia secara interaktif dapat terjadi. Untuk menerapkan sistem seperti ini ETSI sudah mempublikasikan standarisasi yaitu EN300 421, EN301 201, EN 301 192 untuk kanal penerus dan EN 301 790 untuk kanal permintaan .
Gambar 1 Konfigurasi Star pada VSAT
Konfigurasi VSAT yang banyak dipakai dan diterapkan dalam sistem multimedia adalah berbentuk Star. Dalam konfigurasi ini ada tiga komponen utama yaitu Stasiun Hub. Satelit dan Terminal VSAT. Dengan cakupan antena yang luas maka Hub akan mentransmisikan sinyal ke satelit dan satelit merelay dan mendistribusikannya dalam cakupan antena satelit yang kemudian diterima oleh terminal dimasing masing pelanggan. Terminal melakukan permintaan pelayanan dengan mentransmisikan sinyal ke satelit dan diteruskan oleh satelit ke Hub. Untuk itu di satelit setidaknya ada dua kanal transponder, satu untuk merelay sinyal forward dari Hub ke terminal dan satu transponder lagi untuk merelay sinyal return yang dikirim dari terminal ke Hub.
Dalam konfigurasi star ini, karakteristik satelit yang dipergunakan sangat berpengaruh terhadap kinerja sistem VSAT DVB. Makin baik karakteristik dari satelit terutama dari daya dan pengaruh derau maka akan makin murah dan simple di sisi terminal VSAT.
2.2. Satelit
Elemen yang ketiga dari fungsi jaringan yang berbasis satelit ini adalah satelit komunikasi. Kinerja yang utama dari pada sistem satelit untuk aplikasi ini adalah Receive G/T, EIRP dan Linieritas Penguat Daya. Besarnya nilai G/T dan EIRP akan sangat menentukan sekali besarnya ukuran terminal VSAT, yang pada akhirnya menentukan nilai ekonomisnya. Namun penambahan EIRP dan G/T akan menyebabkan harga satelit menjadi naik. Oleh karena itu penentuan karakteristik payload transponder merupakan salah satu kunci sukses agar sistem multimedia dapat berjalan dengan baik. Pada bagian selanjutnya kita akan membahas tentang kerakteristik dari pada payload transponder satelit yang merupakan inti dari pembahasan ini.
Sistem satelit yang banyak dipakai pada saat ini adalah satelit yang non regenerative yaitu hanya melakukan fungsi merelay tanpa ada pemrosesan sinyal baik itu modulasi dan demodulasi. Penggunaan sistem satelit regenaratif akan menyebabkan harga dari satelit itu akan naik dikarenakan teknologi yang dipergunakan untuk aplikasi di ruang angkasa belum banyak dipakai untuk mencapai nilai ekonomisnya.
Pada bagian selanjutnya kita akan banyak membahas karakteristik dari payload komunikasi agar kinerja link satelit yang dipakai dapat uptimum untuk mentrasmisikan sinyal yang mengandung aplikasi multimedia. Hal ini akan membantu operator untuk memilih satelit yang ada atau juga melakukan pertimbangan dalam mendisain sistem satelit yang baru untuk memenuhi kebutuhan aplikasi multimedia interaktif melalui satelit.
2.3. Standar DVB
2.3.1. Kanal Penerus
Untuk mentransmisikan sinyal DVB-S maka sinyal data pada physical layer akan dilakukan proses pengkodean menggunakan Reed Solomon dan Forward Error Correcting (FEC) yang dilanjutkan dengan proses modulasi QPSK. Setelah itu baru sinyal digeser frekuensinya ke frekuensi yang lebih tinggi untuk dikuatkan dan ditransmisikan melalui antena . Sinyal penerus ini yang bersifat broadcasting dibawa oleh satu sinyal pembawa ke kanal transponder.
Hub untuk menstrasmisikan sinyal ini akan mengunakan penguatan dan antena yang besar sehingga transponder dapat mencapai nilai EIRP yang diharapkan.
2.3.2 Laju data DVB-S
Parameter yang sangat berpengaruh terhadap quality of service dari jaringan adalah throughput data. Throughput dalam hal ini total bandwidth yang dipergunakan atau kecepatan data yang dihasilkan dari jaringan ini. Kecepatan data ini akan berpengaruh terhadap jumlah pelanggan yang dapat mengakses jaringan. Secara teoritis bila kita menggunakan 36 MHz Bandwidth transponder dengan menggunakan modulasi QPSK maka kecepatan data yang tesedia adalah 72 Mbps. Namun pada DVB-S ini bila menggunakan untuk 1 transponder 36 MHz hanya akan mencapai kecepatan maksimu 45.2 Mbps setelah RS Coding dan FEC 7/8 dengan modulasi QPSK.
2.3.3. Kanal Permintaan
Seperti pada Hub maka pada terminal sinyal yang akan dikirim ke Hub melalui satelit sebelum dikirim akan melalui proses pengkodean dan modulasi QPSK. Hanya saja sinyal yang dikirimkan oleh masing masing terminal hanya menggunakan band frekuensi yang terbatas. Sehingga satu transponder dengan lebar pita frekuensi 36 MHz dapat dibagi atas band frekuensi yang lebih kecil. Sehingga setiap transponder satelit akan dipenuhi oleh banyak sinyal pembawa.
Karena terminal umumnya kecil baik dari sisi penguatan dan antena maka di sisi hub yang akan menerima sinyal diperlukan karakteristik G/T yang baik agar sinyal yang kecil dari terminal mempunyai BER yang baik. Juga karena sinyal ini dalam jumlah banyak diterima oleh satelit maka transponder pada satelit dapat merelay dengan degradasi yang minimum pada saat penguatan.
2.3.4. MF-TDMA
Sinyal yang dikirim dari terminal untuk mengaksesnya mengunakan sistem MF-TDMA ( Multi Frequency – Time Division Multiplexing Access). Dimana setiap terminal mengirim burst dengan kecepatan maksimum 2 Mbps. Setiap terminal melakukan secara bergantian. Hub melakukan koordinasi kapan tiap tiap terminal melakukan pengiriman burst data.
MF-TDMA dibagi atas dua macam Fixed MF-TDMA dan Dynamic MF-TDMA. Fixed MF-TDMA adalah bandwidth dan waktu pengiriman dilakukan secara tetap tidak berubah ubah., seperti diperlihatkan pada gambar 2. Sedangkan pada dynamic lama pengiriman dan bandwidth nya berubah ubah
Gambar 2 Sistem MF TDMA
2.4. Kinerja Link Satelit
Gambar 3 memperlihatkan faktor faktor yang dapat mempengaruhi link satelit dari Hub ke terminal atau sebaliknya.
Gambar 3 Faktor Link Satelit
Pemilihan frekuensi akan berpengaruh terhadap kinerja jaringan VSAT DVB ini. Sistem satelit yang mengunakan transmisi sinyal frekuensi radio akan banyak mengalami gangguan. Semakin tinggi frekuensi sinyal yang dipakai maka akan semakin tinggi redaman karena curah hujan. Saat ini band frekuensi yang banyak dipakai untuk aplikasi broadcasting adalah S-band, C-Band dan Ku-Band. Untuk daerah seperti Indonesia dengan curah hujan yang tinggi penggunaan Ku-band akan sangat mengurangi availability link satelit yang diharapkan. Sedangkan untuk daerah daerah sub tropis dengan curah hujan yang rendah penggunaan Ku-Band akan sangat baik. Pemilihan frekuensi ini akan berpengaruh terhadap ukuran terminal yang akan dipakai oleh masing masing pelanggan.
3 Sistem Satelit Komunikasi
Sistem satelit dibagi atas dua kelompok besar yaitu wahana ruang angkasa (Spacecraft Bus) dan Payload Komunikasi. Spacecraft Bus merupakan wahana yang dipakai untuk membawa peralatan komunikasi agar misi sebagai satelit komunikasi dapat tercapai.
Spacecraft Bus terbagi atas bagian: subsistem struktur, subsistem sumber daya listrik (EPS), subsistem pengaturan sikap satelit (ADAC), subsistem propulsi, subsistem pengaturan temperatur, dan subsistem pemrosesan dan komputasi. Gambar 4 memperlihatkan bagian bagian sistem satelit
Gambar4 Sistem Satelit Komunikasi
Sedangkan Payload Komunikasi dibagi lagi atas subsistem komunikasi repeater, subsistem antena, subsistem telemetri traking command dan ranging (TTC&R)
3.1. Payload Komunikasi
Karakteristik dari pada payload komunikasi sangat menentukan terhadap besarnya wahana pembawa. Semakin besar daya yang dipakai oleh peralatan payload komunikasi maka akan semakin besar daya yang harus disediakan oleh bagian subsistem sumber daya listrik untuk mensuplai daya ke peralatan payload komunikasi.
Sebagian besar daya yang dipergunakan untuk sebuah satelit dipakai untuk memberikan catu daya pada peralatan payload komunikasi terutama pada bagian komponen aktif dari repeater yaitu penguat daya besar. Daya dalam jumlah besar yang harus disediakan diperoleh dari solar panel. Untuk ukuran solar panel dan bateri yang semakin besar maka diperlukan penunjang struktur, pengaturan temperatur, pengendalian sikap satelit dan pada akhirnya ukuran dan berat wahana ruang angkasa akan bertambah. Tentu saja biaya baik untuk pembuatan wahana maupun untuk peluncurannya akan bertambah mahal.
3.2. Konfigurasi Payload
Secara umum sebuah payload komunikasi dari suatu satelit non regeneratif dapat digambarkan pada gambar 5. Bagian-bagian payload komunikasi secara fungsi dibagi atas lima bagian yaitu:
Penerima dan Penggeser Frekuensi, berfungsi menerima sinyal dari antena dan menguatkan sinyal dengan penguat derau rendah dan melakukan pergeseran frekuensi.
Pembagian Kanal Transponder, sinyal yang yang keluar dari penggeser masih pita lebar kemudian dibagi atas bagian pita frekuensi yang lebih kecil dalam satu transponder dan melakukan pemindahan hubungan antara bagian cakupan antena.
Gambar 5 Konfigurasi Dasar Komunikasi Payload
Pengaturan Kanal dan Penguat Daya Besar, menguatkan daya sinyal oleh penguat daya besar dan melakukan pengaturan terhadap level daya yang akan ditransmisikan.
Penggabungan Kanal Transponder, sinyal yang telah mengalami penguatan pada tiap kanal transponder kemudian dikumpulkan lagi menjadi sinyal dengan pita frekuensi yang lebih lebar.
Antena Pengirim dan Penerima, sinyal yang pita frekuensi yang lebar kemudian di ubah menjadi gelombang radio dan di transmisikan. Perubahan ini juga berlaku sebaliknya pada bagian penerimaan.
3.3. Parameter
Hal yang menentukan dari kinerja dari suatu komunikasi satelit pada peralatan payload adalah karakteristiknya. Secara umum parameter utama yang menentukan karakteristik untuk mencapai kinerja yang diharapkan adalah sebagai berikut:
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) merupakan total daya yang dipancarkan oleh suatu pemancar yang merupakan daya keluaran penguat dalam dBW ditambah penguatan antenna terhadap antena isotropic dalam dBi, dengan difinisi EIRP = Pt (dBW) + Gt (dBi)
G/T (figure of merit for receiving sensitivity). Adalah perbandingan penguatan sinyal suatu sistem penerima dibandingkan dengan temperatur noise sistem tersebut.
Saturated Flux Density (SFD) adalah rapat daya sinyal dalam dBW per m2 yang diterima suatu satelit agar cukup untuk mensaturasi penguatan daya besar pada EIRP maksimum
Respon Amplitudo pada Pita Frekuensi adalah response ampiltudo pada pita frekuensi kanal transponder. Umumnya ditentukan oleh filter pada Input Multiplexer dan Output Multiplexer. Semakin datar respon amplitudonya maka semakin baik agar sinyal tidak mengalami degradasi karena penguatan kanal yang berbeda beda.
Respon Amplitudo di Luar Kanal Transponder adalah response amplitudo diluar pita frekuensi transponser. Semakin besar redamannya maka semakin baik. Parameter ini akan berpengaruh terhadap interfrensi antara kanal transponder berdekatan.
Respon Group Delay merupakan response group delay pada pita frekuensi kanal trasnponder. Paremeter ini umumnya ditentukan dari karakteristik pada filter sebelum penguatan dan setelah penguatan.
Stabilitas Frekuensi adalah stabilitas frekuensi yang umumnya berubah karena pengaruh dari variasi temperatur.
Frekuensi Sinyal Palsu adalah sinyal sinyal palsu yang terjadi karena proses pergeseran frekuensi. Sinyal palsu ini bila terletak di pita frekuensi akan menyebabkan gangguan berupa derau. Bila level nya cukup besar akan menyebabkan kapasitas daya maksimum untuk penguatan daya sinyal akan berkurang..
Linieritas Penguat Daya. adalah pengaruh ketidak linieran penguat. Ketidak linieran ini terjadi pada daerah yang mendekati saturasi. Pengaruh ketidaklineran ini menghasilkan produk intermodulasi apa bila pada satu penguat daya ada lebih dari satu sinyal pembawa.
Pergeseran Fasa adalah pergeseran fasa yang terjadi pada repeater. Pergeseran ini umumnya terjadi pada penguat daya yang tidak linier. Semakin dekat ke daerah saturasi penguat daya pergeseran fasa semakin besar.
Parameter yang dikemukan diatas adalah parameter yang utama dari suatu sistem repeater, ada beberapa perameter lain yang tidak dibahas seperti: produk intermodulasi di pasif unit, derau pengirim yang masuk ke sistem penerima, respon amplitudo pada pita frekuensi yang lebar.
3.4. Karakteristik Penguat Daya
Penguat daya besar merupakan komponen yang sangat kritikal pada repeater. Besarnya penguat daya ini merupakan komponen utama untuk menghasilkan EIRP yang besar disamping penguatan antena. EIRP merupakan parameter utama yang berpengaruh terhadap kualitas link sistem satelit. EIRP ini juga yang menentukan besar kecilnya terminal yang ada di bumi agar sinyal yang dikirimkan dapat diterima. Pengaruh ini juga yang menentukan availibilitas link yang ditentukan oleh besarnya margin dari suatu link satelit
3.4.1. Efisiensi Penguat Daya
Sebagian besar daya yang dipakai pada suatu sistem satelit dipakai untuk mencatu penguat daya. Sehingga besar kecilnya suatu satelit banyak ditentukan dari besarnya daya yang dikonsumsi oleh penguat daya pada suatu satelit komunikasi.
Tidak semua daya listrik yang dikonsumsi oleh penguat menjadi daya RF, sebagian berubah menjadi panas. Hal ini pula yang merupakan efisiensi dari suatu penguat daya. Umumnya penguat yang dipakai pada repeater satelit adalah TWTA (Travelling Wave Tube Amplifier) atau SSPA (Solid State Power Amplifier). efisiensi yang ada berkisar 55 % sampai 60 %.
Daya listrik yang berubah menjadi panas harus dapat didisipasikan ke bagian lain yang lebih dingin agar temperatur dapat merata dan menjaga temperatur dari semua komponen satelit tetap pada daerah kerjanya.
3.4.2. Daerah Kerja Penguat Daya
Penguat daya mempunyai daerah kerja yang bergantung besarnya daya masukan. Daerah yang daya keluarannya konstan meskipun besarnya daya yang masuk bertambah disebut daerah limiter (tidak linier), daerah ini merupakan titik saturasi penguat daya. Pada titik saturasi daya keluaran sinyal RF merupakan titik yang maksimum, namun pada titik ini juga perbandingan penguatan antara sinyal masuk dan daya keluar merupakan nilai penguatan yang terendah.
Daerah dimana sinyal masuk mengalami penguatan daya sampai titik dimana penguatan antara sinyal masukan dan keluaran tetap disebut daerah linier. Bila daya masukan ditambah lagi sampai melewati daerah linier maka penguatan akan mulai berkurang, daerah ini disebut daerah kompresi. Pada titik ini sinyal yang dikuatkan akan mengalami degradasi kualitas karena pengaruh ketidaklinieran dari penguat.
Secara efisiensi untuk mendapatkan EIRP yang maksimum maka hendaknya daerah kerja dari pada suatu penguat adalah bekerja di saturasi. Tapi pada daerah ini terjadi degradasi sinyal yang sangat besar yang menyebabkan intermodulasi sinyal dan pergeseran fasa yang besar. Untuk itu daya masukan harus diturunkan sampai mencapai daerah yang optimum antara efisiensi yang tinggi dengan degradasi yang minimum.
Sebagai contoh bila suatu penguat daya besar daerah liniernya akan mulai bila keluaran dayanya berkurang sampai 10 dB dari titik saturasi (OBO-output backoff). Ini berarti daya yang dipakai hanya berkisar 1 % dari total daya yang disediakan, hal ini sangat tidak effisien. Untuk itu diperlukan metoda lain untuk meningkatkan linieritas suatu penguat.
3.4.3. Intermodulasi
Pada satelit repeater bila sejumlah sinyal pembawa f1, f2, f3 .. fN masuk pada penguat yang tidak linier, maka keluarannya tidak hanya N frekuensi saja tapi merupakan kombinasi dari N frekuensi. Sifat ini yang disebut produk intermodulasi. Maka akan keluar frekuensi yang merupakan hasil dari intermodulasi yang frekuensinya merupakan kombinasi dari frekuensi sinyal masukan yang dapat dinyatakan dengan:
FIM = m1f1 + m2f2 + ….. +mNfN (3.1)
Gambar 6 Produk Intermodulasi Pada Penguat Tak Liniear[8]
Dimana m1, m2 dan mN merupakan bilangan bulat positif atau negatif. Orde produk intermodulasi merupakan penjumlahan dari bilangan bulat:
M = [m1] + [m2] + …..+ [mN] (3.2)
Karena pada sistem satelit frekuensi tengah dari suatu kanal transponder jauh lebih besar dari pada lebar pita transponder, maka hanya produk intermodulasi orde yang ganjil saja yang jatuh pada daerah kerja frekuensi. Semakin besar orde maka dayanya semakin kecil. Secara praktis hanya orde ke 3 yang sangat diperhatikan, orde ke 5 sebagai referensi.. Gambar 3-4 memperlihatkan pengaruh ketidak linieran penguat yang me nghasilkan intermodulasi.
Apabila sinyal yang masuk merupakan sinyal yang mempunyai modulasi maka intermodulasi tidak berbentuk frekuensi tunggal, tapi banyak frekuensi dan dayanya menyebar. Produk intermodulasi yang dihasilkan dari sejumlah banyak sinyal sinyal pembawa dengan modulasi berjumlah N akan menghasilkan intermodulasi yang berbentuk derau putih. Perbandingan antara sinyal yang dihasilkan dengan derau yang dihasilkan dari penguat disebut rapat daya sinyal terhadap produk intermodulasi (C/No IM -carrier to intermodulation noise spectral density). Sehingga pada suatu kanal transponder makin banyak sinyal pembawa maka makin rendah (C/No)IM.
3.5. Transponder untuk sinyal DVB forward
Untuk mengurangi pengaruh intermodulasi karena ketidak linieran penguat pada pita frekuensi yang lebar, maka pada repeater satelit penguatan dilakukan dalam kanal pita frekuensi transponder yang lebih kecil. Umumnya setiap kanal transponder mempunyai lebar pita frekuensi 36 MHz untuk C-band dan 54MHz atau 72 MHz untuk Ku-band
3.5.1. Pengaruh Penguat Daya Tidak Linier Terhadap Sinyal dengan Modulasi Digital
Sinyal DVB-S merupakan sinyal penerus yang ditransmisikan stasiun hub adalah sinyal dengan pembawa tunggal pada satu kanal pita frekuensi transponder dengan modulasi QPSK. Sehingga hal ini akan mengurangi faktor intermodulasi karena ketidak linieran penguat
Namun demikian apabila sinyal QPSK mempunyai amplitudo yang bervariasi maka sinyal akan mengalami degradasi akibat ketidaklinieran penguat daya. Perbedaan amplitudo yang dimaksud adalah amplitudo dari pada sinyal pembawa mempunyai selubung yang tidak konstan. Sinyal DVB yang dipergunakan disini adalah sinyal dengan modulasi QPSK yang menggunakan modulasi fasa. Jadi bit 0 dan 1 dinyatakan dengan perbedaan fasa.
Apabila sinyal modulasi QPSK yang ditransmisikan benar benar ideal tanpa ada perubahan amplitudo terutama pada saat transisi fasa maka tidak akan terjadi degradasi pada sinyal tersebut. Degradasi hanya terjadi pada sinyal dengan modulasi PSK dimana pada saat perpindahan fasa amplitudo sinyal mengecil sehingga keseluruhan sinyal membentuk permukaan seperti pada modulasi amplitudo. Bila dilihat dari rapat daya sinyal pada pita frekuensi amplitudanya tidak konstan . Untuk itu juga response frekuensi pada setiap pita frekuensi kanal transponder haruslah serata mungkin untuk mengurangi faktor degradasi sinyal pada modulasi digital.
Namun secara praktis operasional, karena pada kenyataan transmisi sinyal dari stasiun hub, propagasi dan sampai ke sebelum penguat daya besar sulit menjaga amplitudo selebar pita frekuensi untuk benar benar konstan maka linearitas dari penguat daya sebaiknya tetap harus dipertimbangkan untuk menjaga kualitas yang sampai pada terminal VSAT.
3.5.2. Automatic Gain Control
Selain parameter diatas hal yang sangat berpengaruh terhadap kualitas dari pada sinyal DVB-S adalah kesetabilan link yang disebabkan redaman curah hujan. Apabila pada daerah stasiun hub sinyal dari stasiun bumi ditransmisikan terjadi hujan, maka hal ini akan menyebabkan flux density dBW/m2 yang diterima satelit akan menurun. Hal ini akan menyebabkan titik operasi dari pada penguat daya di repeater akan menurun, yang pada akhirnya EIRP yang ditansmisikan ke pelanggan akan menurun pula.
Untuk menjaga hal itu maka perlu dilakukan menjaga agar titik kerja dari penguat daya besar tidak berubah karena adanya redaman yang disebabkan pengaruh hujan. Untuk itu pada transponder perlu ditambahkan Automatic Gain Control (AGC), yang berfungsi untuk menjaga agar daerah kerja dari penguat daya besar tidak berubah-ubah.
Cara kerja suatu AGC adalah dengan mendeteksi level daya yang masuk pada penguat daya besar, bila levelnya turun maka AGC akan menambah penguatan dan apa bila daya berlebih maka AGC akan meredam daya sinyal. AGC ini juga akan menambah proteksi dari terjadinya overdriving (sinyal terlalu besar) yang dapat merusak transponder.
3.6. Tranponder untuk sinyal DVB-RCS
Sinyal yang berasal dari pengguna DVB-RCS merupakan sinyal pembawa banyak yang berbentuk MF-TDMA. Setiap sinyal pembawa mempunyai kecepatan 2 MBps , sehingga untuk satu kanal transponder C-band dengan lebar 36MHz akan digunakan sampai jumlah 23 sinyal pembawa.
Satu sinyal pembawa digunakan secara bergantian oleh terminal dengan menggunakan burst TDMA. Untuk memperkuat sinyal dengan jumlah pembawa yang banyak di transponder diperlukan penguat daya besar dengan linieritas yang baik. Untuk memperbaiki linieritas agar dapat tercapai efisiensi yang baik maka sebelum sinyal dikuatkan ditambahkan peralatan linearizer (pelinierisasi). Penambahan linearizer akan berdampak sangat besar pada efisiensi daya yang dipergunakan dan mengurangi degradasi sinyal karena pengaruh produk intermodulasi. Degradasi ini menyebabkan bit error rate (BER) akan membesar.
Selain itu pada masing masing kanal transponder yang ditambahkan peralatan pengontrolan kanal transponder (Channel Control Unit) yang ditujukan untuk membantu menentukan daerah kerja dari penguat daya besar, apabila terminal VSAT transmit pada ukuran EIRP yang terlalu besar atau terlalu kecil, sehingga dengan mengatur redaman yang di perintah dari stasiun pengendali dapat ditentukan SFD dari masing masing kanal transponder sesuai keperluan. Lebar dari pengaturan CCU bisa dari 20 sampai 30 dB. Karena pengaturan redaman dilakukan sebelum penguat daya dan setelah LNA maka perubahan redaman ditransponder mempunyai pengaruh yang kecil terhadap temperatur noise sistem satelit.
4. Analisa dan Perencanaan
4.1.Analisa Link Untuk Kanal Penerus
Analisa kinerja link satelit untuk kanal penerus pada sinyal penerus dengan menggunakan pembawa tunggal pada setiap transponder, menggunakan beberapa assumsi yaitu
  • Frekuensinya Extended C-Band dengan frekuensi uplink 6565 MHz dan frekuensi downlink 3540 MHz
  • Terminal VSAT menggunakan antena dengan ukuran 180 cm
  • Forward Error Correcting Code (FEC) ¾
  • Penerima pada terminal VSAT mempunyai Eb/No 6 dB
  • Temperatur sistem penerima pada terminal VSAT 30 K
  • Hub menggunakan antena ukuran 9 m dengan daya penguat 500 W
  • Satelit mempunyai G/T -2,3 dB
Dengan menggunakan asumsi pendekatan tersebut dan pada beberapa harga EIRP yang ada di satelit yang berbeda beda maka akan didapat C/N total yang dibandingkan dengan persyaratan Eb/No dari penerima DVB VSAT maka akan didapat margin yang berbeda beda. Pada analisa ini juga diperhitungkan gangguan karena redaman hujan di uplink 0,5 dB dan di downlink 0,25 dB. Juga diperhitungkan juga pengaruh terhadap kesalahan ponting dari antena baik di uplink maupun di arah downlink.
Tabel -1 Link Margin Satelit untuk kanal penerus
Tabel-1 memperlihatkan total perbandingan level daya sinyal terhadap derau untuk (C/N) untuk EIRP satelit yang berbeda beda. Hasil analisa ini menunjukan bahwa untuk minimum EIRP 37 dBW tersedia margin 2.72 dB dan akan semakin membesar dengan EIRP yang semakin besar.

4.2.Analisa Link Untuk Kanal Permintaan
Pada kanal permintaan analisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti pada kanal penerus. Asumsi yang dipakai adalah sebagai berikut:
  • Frekuensinya Standard C-Band dengan frekuensi uplink 6165 MHz dan frekuensi downlink 3940 MHz
  • Terminal VSAT menggunakan antenna dengan ukuran 180 cm
  • Forward Error Correcting Code (FEC) ¾
  • Penerima pada terminal VSAT mempunyai Eb/No 6 dB
  • Temperatur sistem penerima pada Hub 15 K
  • Hub menggunakan antena ukuran 9 m
  • Satelit mempunyai G/T -2,11 dB
Tabel -2 Noise Power Ratio (NPR) Penguat Daya pada frekuensi C-Band
Berdasarkan asumsi perameter diatas maka dapat dianalisa link satelit untuk beberapa variabel yang ada di satelit berdasarkan daerah operasi penguat daya besar yang ada di repeater. Analisa juga dilakukan dengan membandingkan kinerja bila pada penguat daya besar dipergunakan pelinearisasi maupun tanpa pelinerisasi. Karakteristik pelinearisasi dengan memperhitungan perbandingan daya sinyal terhadap derau hasil intermodulasi (NPR) untuk pembawa dalam jumlah banyak.
Karakteristik NPR dari suatu penguat dipakai berdasarkan tipikal pelinearisasi yang didapat dari Alcatel Space [11] untuk daerah operasi yang berbeda seperti pada Tabel -2.
Dengan menggunakan data NPR diatas maka akan didapat C/N untuk EIRP satelit yang berbeda beda. Hasil nya didapat margin yang diperlihatkan pada tabel 4-3.
Dari analisa link satelit untuk kanal permintaan ini bila data dari tabel -3 diperlihatkan dalam bentuk grafik maka yang terlihat pada gambar 7
Dari grafik diatas terlihat bahwa margin akan semakin besar bila daerah kerja menjauh dari daerah saturasi yang kemudian margin akan mulai mengecil bila derah kerja dibawah SAT-7.
Dari analisa ini terlihat jelas bahwa margin akan mempunyai nilai yang mendekati sama pada daerah kerja SAT-5 untuk penguat daya besar yang mengunakan pelinearisasi (L-TWTA) pada daya EIRP 36 dBW dengan penguat daya tanpa pelinearisasi (TWTA) pada EIRP 41 dBW.
Tabel -3 Margin untuk Kanal Permintaan untuk EIRP dan daerah kerja yang berbeda
Gambar 7 Margin untuk Kanal Permintaan untuk EIRP dan daerah kerja yang berbeda
Dengan nilai EIRP ini bila menggunakan antena dengan penguatan 25.5 dBi maka daya yang diperlukan untuk L-TWTA adalah 30 watt, dan bila hanya TWA maka daya yang dibutuhkan adalah 70 Watt. Bila daya ini diperhitungkan dengan efisiensi TWTA dan EPC (Electronic Power Conditioner) maka akan didapat total penggunaan daya seperti yang terlihat pada Tabel 4-4.
Tabel -4 Perbandingan pengunaan daya
Dari Tabel-4 diatas maka terlihat penggunaan daya total bila tanpa pelinierisasi dibutuhkan daya yang besarnya 133% lebih tinggi.
Pada analisa dengan parameter NPR penggunaan pita frekuensi dapat dioptimalkan untuk seluruh pita frekuensi seleber 36 MHz, dengan kecepatan data sebesar 2 Mbps akan dapat dipakai untuk 23 sinyal pembawa.
4.3. Perencanaan Payload Komunikasi Untuk Multimedia
Dari analisa yang diatas maka perencanaan untuk menentukan karakteristik payload komunikasi untuk aplikasi multimedia. Perencanaan ini dengan mempertimbangkan karakteristik payload yang sudah ada terutama yang menjangkau wilayah Indonesia yaitu satelit Palapa C2 dan Telkom-1. Konfigurasi dan karakteristiknya adalah sebagai berikut.
4.3.1 Perencanaan Kanal Penerus
  • Tranponder untuk kanal penerus digunakan frekuensi Extended C-band dan untuk kanal permintaan menggunakan frekuensi standard C-Band
  • Maksimum EIRP untuk kanal penerus adalah 41 dBW
  • G/T untuk Kanal penerus adalah –2.3 dB/K
  • Menggunakan Automatic Gain Contol (AGC) di satelit dengan jangkauan minimal 20 dB, dengan nilai nominal SFD –95 dBW/m2
4.3.2 Perencanaan Kanal Permintaan
  • Transponder untuk kanal permintaan digunakan frekuensi standard C-Band
  • Minimal EIRP untuk kanal penerus adalah 36 dBW
  • G/T untuk Kanal penerus adalah –2.11 dB/K
  • Menggunakan pengaturan penguatan di repeater (CCU-Channel Control Unit ) dengan jangkauan 20 dB, dengan nilai SFD –95 dBW/m2 pada redaman 0 dB
  • Produk Intermodulasi dinyatakan dengan parameter NPR dengan nilai yang dinyatakan pada Tabel -2
5. Kesimpulan
  1. Pemilihan satelit dan karakteristik payload sangat berpengaruh besar terhadap kinerja sistem VSAT DVB IP ini, terutama karakteristik G/T, EIRP dan linierisasi penguat daya besar
  2. Penambahan linearizer didepan penguat daya besar sangat berpengaruh pada efisiensi penggunaan daya yang ada pada sistem satelit dan perbaikan kinerja link satelit. Sebagai perbandingan, link satelit dengan kinerja yang sama akan dicapai pada TWTA dengan EIRP 41 dBW dan Linearizer-TWTA dengan EIRP 36 dBW pada daerah operasi keluaran 5 dB dari titik saturasi. Pengunaan linearizer ini akan menghemat daya di satelit sebesar 57%.
  3. Analisa kinerja link satelit pada pembawa sinyal banyak untuk kanal permintaan sebaiknya digunakan parameter NPR agar mendekati karakteristik penguat daya yang sebenarnya
  4. Untuk menambah marjin link satelit pada kanal permintaan, kinerja G/T satelit dapat diperbaiki dengan menggunakan antena spot beam pada bagian penerimaan satelit
  5. Untuk menjaga stabilitas kanal penerus terutama karena gangguan redaman hujan perlu ditambahkan AGC pada satelit sebelum penguat daya besar pada repeater
  6. Untuk mempermudah menentukan daerah kerja penguat daya besar di repeater perlu ditambahkan pengatur kanal (CCU-Channel Control Unit) dibagian sebelum penguat daya besar.
DAFTAR PUSTAKA

  1. EN 301 210. "Digital Video Broadcsting: Framing Structure, Channel Coding and Modulation For Digital News Gathering And Other Applications By Satellite". European Telecommunications Standarts Institute (ETSI).1999.
  2. EN 300 421. "Digital Video Broadcsting: Framing Structure, Channel Coding and Modulation For 11/12 GHz Satellite Services". European Telecommunications Standarts Institute (ETSI).1999
  3. EN 301 790. "Digital Video Broadcsting: Interactions Channel for Satellite Distribution System". European Telecommunications Standarts Institute (ETSI).2000
  4. Jason Neale and Road Green. "Interactive Channel for Multimedia Satellite Networks". IEEE Communications Magazine. Maret 2001
  5. Hughes Space and Comm. "Palapa-C Critical Design Review" CDR Payload Book, 1995
  6. V Paxal."DVB With return Channel Via Satellite". www.dvb.org.
  7. R Schornstaedt, D McKinnom dkk." Broadband Services DVB Forward and Return Channel Over A Linearized Ku-Band Satellite Transponder" Lockheed Martin Comercial Space System. Newton. USA 2001.
  8. G. Maral dan M Bousquet, "Satelite Communications Systems". John Wiley & Sons, Edisi ke 3. 1998
  9. Walter L Morgan and Gary D Gordon. "Communications Satellite Handbook". John Wiley & Sons, 1989
  10. Allen Katz." Linearizer Technology". www.lintech.com.
  11. Alcatel Space. "Channel Amplifier/Linearizer". www.Alcatel.Com
  12. Dirk Breynaert dan Newtec. "IP over Satellite: DVB-RCS Digital Video Broadcast-Return Channel by Satellite". ITU Symposium on Satellite Broadcasting and Convergence of New MultimediaServices. Tunis. 1-3 November 2000.
  13. G. Maral,"VSAT Network". John Wiley & Sons, 1995.
  14. Michael J. Miller dan Branka Vucetic. "Satellite Communications Mobile and Fixed Services". Kluwer Academic Publishers". 1995.                                                                                                                                                                  Sumber : http://elektroindonesia.com/elektro/assi_jan03.html

0 komentar:

Posting Komentar